Minggu, 30 September 2012

kreasi jilbab

 Hy guys,., gak tau nih ,., aini yang biasanya gak neko-neko kalo berjilbab koq hari ini smangat banget buat dandan ya,., padahal aini gak mau kmana-mana looo, cuma mau narsis didepan kost aja. hhhhhh...

ini aq cuma manfaatin jilbab paris aja lo,. yang bentuknya segi emmpat, cumaaa aini gak kepikiran kalu mau di upload ini foto, jadinya gak kpikiran juga buat fotoin teknik-tekniknya,., hmm, sayang banget yaach.

tapi gak papa kok, pasti sahabat-sahabat bisa bikin kreasi-kreasi sendiri dalam berjilbab. gampang kok, gak beda jauh sama jilbabannya manten. pokoknya siap-siap banyak jarum aja, hehehe, tapi ini cuma makek 4 jarum + 1 bros aja kok,.,

slamat mencoba sahabaat.....



Sabtu, 29 September 2012

operant conditioning


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Belajar merupakan proses perubahan seseorang yang asalnya tidak tahu menjadi tau. Misalnya seorang anak yang awalnya tidak bisa berbahasa Inggris menjadi mahir. Akan tetapi tidak semua perubahan yang terjadi dalam diri seseorang merupakan hasil dari proses belajar.[1] Misalnya, kita lihat perubahan yang terjadi pada bayi, bayi yang semula tidak bisa tengkurap lalu dapat tengkurap merupakan perubahan karena kematangan, bukan karena proses belajar.
Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, yang pertama ialah pembelajaran dipandang sebagai suatu system. Dari sudut pandang ini maka pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi, antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, teori pembelajaran dan lain sebagainya. Sedangkan sudut pandang yang kedua pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. [2]
Belajar teori-teori utama tentang bagaimana seseorang belajar, merupakan hal yang sangat penting. Banyak teori-teori pembelajaran yang telah disajikan untuk persiapan mengajar. Hal ini mengingat betapa pentingnya seorang guru dapat mengajar anak didiknya dengan baik, dan bagaimana anak didik dapat menerima apa yang diajarkan gurunya dengan baik pula.
Teori-teori belajar memang banyak dan beragam, namun dalam makalah ini akan difokuskan pembahasannya pada teori operant conditioning atau sering disamakan dengan behavioral conditioning dari B.F. Skinner. Skinner memiliki pandangan lain dalam mendefinisikan belajar, baginya belajar ialah tingkah laku. Teori Skinner ini merupakan salah satu teori yang paling berpengaruh di bidang pendidikan selama bertahun-tahun.[3]
B.     Tujuan Penulisan Makalah
Adapun makalah ini ditulis untuk mengetahui tentang:
1.      B.F. Skinner: Operant Conditioning.
2.      Prinsip-prinsip teori belajar perilaku.
3.      Aplikasi teori ini dalam pendidikan.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    B.F. Skinner: Operant Conditioning
Skinner dalam mengembangkan teorinya dipengaruhi oleh Pavlov dan Thorndike, lebih-lebih hukum efek dari Thorndike. Skinner mencoba mengembangkn perbedaan belajar classical conditioning dari Pavlov (Tipe-S) dengan hukum efek dari Thorndike (Tipe-R).[4] Skinner berusaha untuk membuat deskripsi tingkah laku yang dapat dipercaya dan mengontrol pengaruh-pengaruhnya, kemudian ia mulai mengemukakan konsep tentang studi perilaku baik untuk hewan ataupun manusia yang disebut dengan operant conditioning.
Asas pemikiran skinner tentang operant conditioning memberi pengarahan baru pada studi dan analisa perilaku. Menurut Skinner tujuan ilmu apapun ialah menemukan hubungan yang ada hukumnya antara kejadian-kejadian yang alami di dalam lingkungan.  Menurutnya, yang menjadi tantangan ialah menentukan perubahan-perubahan dalam perilaku.[5]
Perkembangan asas-asas operant conditioning dari Skinner dimulai dari analisanya atas clasical conditioning Pavlov. Skinner menyebut teori Pavlov dengan (Tipe-S) karena menurutnya teori Pavlov ini cocok untuk respons yang sudah diasosiasikan dengan stimulus tertentu.[6] Misalnya seseorang mengedipkan mata ketika mata tercolok. Kedipan ini merupakan respon karena adanya stimulus tercoloknya mata.
Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa teori Pavlov menekankan bahwa respon bisa terjadi karena adanya stimulus tertentu. Namun Skinner menganggap teori ini hanya terbatas. Seorang yang menyanyikan lagu, melukis dan tingkah laku semacam itu dinilai tidak melakukan hal itu karena adanya stimulus tertentu. Bahkan orang yang menyanyi dapat menimbulkan munculnya pujian, tepuk tangan, dan uang, respon semacam ini yang oleh Skinner disebut dengan operan.
Kunci dalam memahami teori tingkah laku operan ini, Skinner berpandangan adalah dengan hukum efek dari Thorndike. Ciri dari eksperimen Thorndike ialah adanya kejadian yang hampir bersamaan waktu respon dan kejadian tertentu di lingkungan yang dihasilkan oleh subyek yang juga mengubah subyek tersebut. Kemudian Skinner menambahkan bahwa terbentuknya pola baru atau terulangnya kembali tingkah laku tersebut dengan semakin meningkat adalah karena adanya kontingensi penguatan yang kompleks dan halus.[7]
Dengan demikian teori operant conditioning Skinner akan terjadi bila respons terhadap sebuah stimulus diperkuat. Pada dasarnya operant conditioning merupakan sistem umpan balik sederhana: bila reward atau penguatan mengikuti respons terhadap sebuah stimulus, maka respon itu akan lebih sering atau mungkin muncul lagi dimasa yang akan datang. Karena hadiah atau hukuman merupakan bagian penting dalam pembahasan teori belajar ini.[8]
B.     Prinsip-prinsip Teori Belajar Perilaku
Skinner terkenal dengan pengembangan dan penggunaan aparatus yang biasa disebut dengan kotak Skinner. Dengan kotak ini ia meneliti perilaku hewan, biasanya tikus dan merpati. Sebagaimana yang dinyatakan Musthofa nashif:[9]
"... ما يشار إلى هذا الجهاز باسم صندوق سكنر ...... أو تسمى باسم الكائن الذي يصمم الجهاز لإجراء التجارب عليه (مثل غرفة الفئران أو غرفة الحمام)..." 
Pekerjaan Skinner dengan hewan-hewan ini menghasilkan sekumpulan prinsip tentang perilaku yang telah ditunjang oleh beratus-ratus studi yang melibatkan manusia maupun hewan. Beberapa prinsip yang melandasi teori perilaku menurut Skinner ialah:
1.      Prinsip Konsekuensi
Prinsip yang paling penting pada teori perilaku ialah perilaku berubah menurut konsekuensi langsung. Adapun konsekuensi dibagi menjadi dua, yaitu konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku dan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan melemahkan perilaku. Sebagai contoh sederhana, jika seekor tikus mendapat makanan saat tikus tersebut menekan sebuah tombol, maka tikus itu akan lebih sering menekan tombol tersebut, sedangkan jika tikus mendapat sengatan listrik ketika ia menekan sebuah tombol, maka tikus tersebut akan jarang menekan tombol dan bahkan berhenti tidak pernak menekan tombol tersebut sama sekali.[10]
Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan biasanya disebut dengan reinforcement atau penguat. Sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenanhkan biasanya disebut dengan punishment atau hukuman.[11]
a.       Reinforcement
Teori reinforcement telah dikemukakan oleh Thorndike dengan law of effect nya, yakni, binatang percobaan memperoleh suatu kepuasan dengan kegiatannya, ketika memperoleh makanan atau bentuk hadiah lainnya. Dalam teori Skinner reinforcement tidak semata-mata berupa hadiah atau reward saja, melainkan suatu respons harus langsung didahului oleh suatu stimulus, atau disebut dengan contingency.[12]
Skinner membuktikan bahwa dengan adanya reward atau reinforser maka hubungan S – R akan menjadi lebih kuat. Hadiah yang menjadi reinforser itu tidak selalu berupa benda atau materi, karena pujian dan bahkan perasaan puas juga bisa menjadi reinforser.
Dengan demikian reinforser dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu reinforser ekstrinsik yang datang dari luar individu seperti pujian, uang, dan tepuk tangan, dan reinforser intrinsik yang datang dari dalam diri sendiri seperti perasaan puas dengan kesuksesan yang dicapai. Reinforser paling baik dalam proses belajar mengajar ialah yang bersifat intrinsik, karena dengan begitu seseorang tidak ketergantungan dengan reinforser dari orang lain.[13]
b.      Hukuman
Hukuman ialah konsekuensi yang tidak memperkuat perilaku. Tujuannya ialah mengurangi perilaku dengan menghadapkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan. Ketika memberikan hukuman, hendaknya diberikan ketika reinforsement telah dicoba dan gagal. Hukuman juga hendaknya yang bersifat lunak bukan karena frustasi atau kemarahan.[14]
2.      Prinsip Kesegeraan Konsekuensi
Salah satu prinsip dalam teori belajar perilaku ialah bahwa konsekuensi yang segera mengikuti perilaku akan lebih mempengaruhi perilaku dari pada konsekuensi yang lambat datangnya. Selain diberikan dengan segera, konsekuensi juga hendaknya konsisten dan bersifat positif.[15] 
3.      Pembentukan
Memperoleh tingkah laku yang tidak biasanya dilakukan atau disebut dengan kompleks seperti burung merpati yang bisa bermain bola pingpong merupakan hasil dari proses yang disebut dengan pembentukan atau shaping tingkah laku. Proses pembentukan tingkah laku burung merpati sebagai contoh, dimulai dengan memberikan penguatan atas respon yang menunjukkan arah  mendekati bola. Kemudian penguatan ditahan hingga paruh burung merpati menyentuh bola. Setelah penguatan pertama untuk gerak menyentuh bola dilakukan, penguatan ditahan kembali sampai sempurna tingkah laku lebih lanjut terjadi, dan burung mulai memukul bola kesamping.[16]
Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning  dapat disederhanakan sebagai berikut: [17]
a.       Mengidentifikasi tingkah laku yang sesuai ataupun yang tidak sesuai yang dapat diukur.
b.      Menggambarkan penguatan yang bekerja secara alamiah dalam situasi yang dapat diamati.
c.       Dipertanyakan kembali apakah bentuk tingkah laku baru  harus diciptakan atau dibutuhkan penguat dari luar sebagai tambahan terhadap penguat alamiah.
d.       Mengidentifikas penguat dari luar disamping yang alamiah yang mungkin diperlukan dan benar-benar berguna.
e.       Perbaikan tingkah laku dicoba melalui kombinasi penguat untuk mengubah tingkah laku, sehingga hanya tingkah laku yang diinginkan yang diperbuat.
f.       Gunakan stimulus deskriminatif secara maksimum untuk mengisyartkan organism agar membuat berbagai respons yang sesuai.

C.    Aplikasi dalam Pendidikan
Setiap teori belajar mempunyai implikasi bagi pengajaran. Bagi guru teori belajar dapat memperjelas fungsinya bagi anak dalam belajar.[18] Begi juga Skinner mengakui bahwa aplikasi dari teori operant adalah terbatas, tetapi ia meyakini bahwa ada implikasi praktis bagi pendidikan. Ia mengemukakan bahwa kontrol yang positif atau menyenangkan mengandung sikap yang menguntungkan terhadap pendidikan, dan akan lebih efektif bila digunakan.
Selain kesegeraan reinforcement, hal yang akan diberikan  reinforcement juga perlu diperhatikan di dalam mengajar. Bila guru membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan menggunakan  reinforcement pada langkah-langkah menuju keberhasilan, guru menggunakan teknik pembentukan.
Pendidik hendaknya melakukan pencatatan dari kemajuan siswa, sehingga dapat dilakukan perubahan program yang diperlukan siswa. Pendidik perlu mengetahui dan menentukan tugas mana yang akan dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakan, dan hasil apa yang diharapkan. Menurut Skinner mengajar adalah mengatur kesatuan penguat untuk mempercepat proses belajar.[19] Dengan demikian tugas guru harus menjadi arsitek dalam membentuk tingkah laku siswa dengan penguatan, sehingga dapat membentuk respons yang tepat dikalangan siswa.
Sebagai contoh jika seorang guru ingin membentuk siswanya setiap hari berangkat kesekolah tepat waktu, maka sebagai penguatan guru tersebut bisa memberikan reward dengan segera pada siswa yang paling awal berangkat kesekolah dan memberi hukuman pada siswa yang terlambat datang kesekolah. Namun guru hendaknya member hukuman yang positif kepada siswanya. Penguatan itu dilakukan secara konsisten hingga siswa terbiasa dengan tingkah laku tersebut.
Ringkasan langkah-langkah atau prinsip sebagai aplikasi pembentukan perilaku baru siswa menurut aliran Skinner dalam pengajaran adalah sebagai berikut:
1.      Penentuan tujuan yang jelas. Buat tujuan itu sekhusus mungkin. Tujuan diatur sedemikian rupa secara bertahap dari yang sederhana menuju yang kompleks.
2.      Menentukan batas kemampuan siswa. Setelah mengetahuinya maka diberi tekanan kepada kemajuan setiap individu sesuai batas kemampuannya.
3.      Mengadakan penilaian terus menerus untuk menetapkan tingkat kemajuan yang dicapai siswa.
4.      Prosedur pengajaran dilakukan melalui modifikasi atas dasar hasil evaluasi dan kemajuan yang dicapai.
5.      Hendaknya digunakan positif reinforcement secara sistematis bervariasi dan segera ketika respons siswa telah terjadi.
6.      Prinsip belajar tuntas sebaiknya digunakan agar penguasaan belajar siswa dapat diperoleh sesuai dengan tingkah laku yang diharapkan atau sesuai dengan tujuan awal dalam pengajaran.
7.      Program remidi bagi siswa yang memerlukan harus diberikan, agar mencapai prinsip belajar tuntas.
8.      Guru lebih diarahkan kepada perannya sebagai arsitek dan pembentuk tingkah laku siswa.[20]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Pada dasarnya  teori operant conditioning Skinner akan terjadi bila respons terhadap sebuah stimulus diperkuat. Teori operant conditioning Skinner merupakan sistem umpan balik sederhana: bila reward atau penguatan mengikuti respons terhadap sebuah stimulus, maka respon itu akan lebih sering atau mungkin muncul lagi dimasa yang akan datang. Karena hadiah atau hukuman merupakan bagian penting dalam pembahasan teori belajar ini.
2.      Prinsip-prinsip teori belajar perilaku menurut Skinner ada tiga, yaitu prinsip konsekuensi yang terdiri dari reinforser dan hukuman, prinsip kesegeraan konsekuensi, dan prinsip pembentukan atau shaping.
3.      Aplikasi teori operat conditioning Skinner dalam pendidikan dapat disimpulkan dengan langkah-langka diantaranya penentuan tujuan, menentukan batas kemampuan siswa, mengadakan penilaian, memberikan reinforcement, memberikan remidi pada siswa yang dinilai membutuhkannya, dan guru konsisten sebagai arsitek pembentuk perilaku siswa.






                                           
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-teori Belajar & Pembelajaran. Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama.
Gredler, Margaret E. Bell. 1991. Learning and Instruction. Diterjemahkan oleh Munandir,  berjudul Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali.
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT. Rafika Aditama.
Muijs, Daniel dan David Reynold. 2008. Effective Teaching Teori dan Aplikasi. Diterjemahkan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyati Soetjipto.  Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nashif, Musthofa. 1983. Nadhariyah Al-taallum. Kuait: Alimul Ma’rifat.
Nasution,  S. 1982.  Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Radar Jaya Offset.
Sudjana, Nana. 1991. Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: LPM Fakultas Ekonomi.



[1] Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual, (Bandung: PT. Rafika Aditama, 2010), h. 2.
[2] Ibid. h. 3.
[3] Margaret E. Bell Gredler, Learning and Instruction. Penerjemah Munandir, berjudul Belajar dan Membelajarkan (Jakarta: CV. Rajawali, 1991), h. 120.
[4] Nana Sudjana, Teori-teori Belajar untuk Pengajaran, (Jakarta: LPM Fakultas Ekonomi UI, 1991), h. 86.
[5]  Margaret E. Op. Cit., h. 117.
[6] Ibid. h. 123.
[7]  Ibid. h. 135.
[8] Daniel Muijs dan David Reynold, Effective Teaching Teori dan Aplikasi. Penerjemah Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyati Soetjipto, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,  2008),  h. 21.
[9] Musthofa Nashif,  Nadhariyah Al-taallum,  (Kuait: Alimul Ma’rifat, 1983), h. 166.
[10] Margaret E. Op. Cit., h. 125
[11] Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar & Pembelajaran, (Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama, 2011), h. 20.
[12] S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 1982), h. 135.
[13] Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996), h. 19.
[14] Ratna Wilis Dahar, Op. Cit., h. 21.
[15] Nana Sudjana, Op. Cit., h. 93.
[16] Margaret E. Op. Cit., h. 136.
[17] Nana Sudjana, Op. Cit., h. 92.
[18] Muhammad Ali, Op. Cit., h. 20.
[19] Nana Sudjana, Op. Cit., h. 93.
[20] Ibid.

Pages - Menu

Pengikut