Selasa, 30 April 2013

Teknik pengolahan skor hasil evaluasi



BAB I
Evaluasi pembelajaran merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar, hal ini menjadi penting sebab dengan adanya evaluasi dapat mengetahui kelemahan-kelemahan dan kekurangan serta perkembangan proses belajar me

hakikat tes bahasa



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bahasa merupakan suatu alat untuk berinteraksi dan juga menyampaikan gagasan terhadap orang lain. Karena fungsinya yang beraneka ragam maka diperlukan adanya suatu pembelajaran terhadap bahasa sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam penggunaan bahasa.
Tes bahasa dan pengajaran bahasa merupakan dua kegiatan yang berhubungan secara erat. Yang pertama merupakan bagian dari yang kedua. Tes bahasa dirancang dan dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai hal ihwal yang berkaitan dengan keefektifan pengajaran bahasa yang dilakukan. Apabila pengajaran bahasa salah satunya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca, maka kegiatan pengajaran bahasa dititikberatkan pada tugas-tugas untuk meningkatkan kemampuan membaca dan begitu juga seterusnya disesuaikan dengan kemampuan yang akan ditingkatkan. Informasi yang didapatkan dari hasil tes dapat digunakan acuan sejauh mana peserta didik dapat menangkap materi yang disampaikan.
Pengajaran bahasa dan tes bahasa tidak dapat menolak berbagai macam pendekatan di dalam linguistik maupun ilmu-ilmu yang terkait dengan linguistik, seperti sosiolinguistik dan psikolinguistik. Seluruh penyelenggaraan  pengajaran bahasa, termasuk di dalamnya  tes bahasa,  dirancang atas dasar pendekatan yang ada dalam linguistik. Cara suatu bahasa dipahami dan disikapi menurut suatu pendekatan tertentu dalam linguistik, sosiolinguistik, ataupun psikolinguistik, berpengaruh pula  dalam penentuan tujuan pengajaran, strategi pengajaran, pemilihan bahan pengajaran, pemilihan tujuan dan isi tes bahasa, dan penentuan jenis dan bentuk tes bahasa.
B.     Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan  makalah ini adalah:
           1.            Untuk mengetahui hakikat tes bahasa
           2.            Untuk mengetahui tujuan adanya tes bahasa
           3.            Untuk mengetahui pendekatan yang digunakan dalam tes bahasa




























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hakikat Tes Bahasa
           1.            Pengertian Tes Bahasa
Tes merupakan salah satu alat pengukuran yang melibatkan aturan-aturan untuk menetapkan bilangan yang menggambarkan kemampuan seseorang.[1] Tes merupakan suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang. Melalui tes seorang guru dapat mengetahui kemampuan peserta didiknya dalam menangkap pelajaran yang disampaikan dalam kurun waktu tertentu.  Sedangkan bahasa adalah sebuah alat untuk mengomunikasikan gagasan atau perasaan secara sistematis melalui penggunaan tanda, suara, gerak atau tanda-tanda yang disepakati dan juga memiliki makna yang dapat dipahami.
Adapun tes bahasa adalah suatu alat atau prosedur yang digunakan dalam melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kemampuan bahasa. Kemampuan bahasa mengacu pada kemampuan dalam menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi yang nyata sehari-hari, kemampuan ini terlepas dari ada atau tidaknya pengetahuan tentang teori bahasa baik itu berupa penyusunan kalimat, perangkaian kata, klasifikasi kata dan juga seluk-beluk bahasa itu sendiri. [2]
           2.            Kompetensi yang Harus dicapai dalam Tes Bahasa
Tes bahasa erat kaitannya dengan kemampuan berbahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa. Kemampuan berbahasa dibagi menjadi dua bagian yaitu kompetensi berbahasa dan ketrampilan berbahasa[3]. Kompetensi bahasa lebih condong pada kemampuan bahasa yang bersifat abstrak dalam hal ini berupa potensi pemakai bahasa. Kompetensi ini memungkinkan seseorang memahami bahasa yang digunakan orang lain akan tetapi kompetensi ini tidak dapat dilihat, didengar ataupun dibaca karena sifatnya yang abstrak, maka dari itu tes bahasa sangat penting untuk pengukuran kompetensi berbahasa.
Berlawanan dengan kompetensi bahasa, ketrampilan bahasa lebih bersifat konkret dan mengacu pada penggunaan bahasa secara nyata baik dalam bentuk lisan yang dapat didengar ataupun tulisan yang dapat dibaca.
Secara konvensional dan telah dipelajari, kemampuan bahasa mencakup empat jenis kemampuan yaitu:[4]
                         1.            Kemampuan menyimak, untuk memahami bahasa yang digunakan secara lisan
                         2.            Kemampuan membaca, untuk memahami bahasa yang digunakan secara tertulis
                         3.            Kemampuan berbicara, untuk mengekspresikan diri secara lisan
                         4.            Kemampuan menulis, untuk mengekspresikan diri melalui tulisan
Dalam ilmu bahasa struktural bahasa dianggap terdiri dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan ataupun dibedakan antara satu dengan yang lain, komponen-komponen tersebut adalah bunyi bahasa, kosa kata, tata bahasa. Penguasaan ketiga komponen tersebut juga dianggap sebagai  bagian dari kemampuan berbahasa.
B.     Tujuan Tes Bahasa
Sebagai suatu proses yang digunakan untuk mengetahui hasil dari sebuah kegiatan belajar-mengajar, perlu adanya tujuan-tujuan yang menjadi fundamental dari sebuah kegiatan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang fatal.[5] Maka dalam melaksanakan tes bahasa juga terdapat tujuan-tujuan tertentu.
Secara lebih rinci tujuan tes bahasa dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut:[6]
1.         Untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai atau belum.
2.         Untuk dapat mengambil keputusan tentang materi dan kompetensi apa yang harus diajarkan atau dipelajari oleh siswa.
3.         Untuk mengetahui hasil belajar siswa.
4.         Untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran, sehingga dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikannya.
5.         Untuk mengetahui dan memutuskan apakah siswa yang dapat melanjutkan keprogram berikutnya, ataukah harus memperoleh tindakan remidial.
6.         Untuk mendiagnosa kesulitan siswa.
Tes bahasa dalam pengajaran bahasa memiliki tujuan yang sama dengan tes bidang yang lain dalam penyelenggaraan pengajarannya. Tes bahasa adalah bagian dari komponen penilaian hasil belajar bahasa, dan merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Menurut Soenardi Djiwandono menjelaskan bahwa tujuan-tujuan dari penyelenggaraan tes bahasa yang dapat memberikan informasi hasil belajar siswa dapat diperoleh melalui tes bahasa, pertama  yakni yang berkaitan dengan keberhasilan belajarnya. Dari hasil tes bahasa seorang guru dapat mengukur keberhasilan belajar siswa. Selain itu, juga dapat diketahui apakah siswa bisa mencapai tingkat penguasaan bahasa dan materi yang telah diajarkan guru sampai diselenggarakannya tes tersebut. Dan dari hasil tes tersebut dapat pula diperoleh informasi tentang kesulitan yang dialami siswa dalam belajar bahasa. Hal itu dapat dilihat dari pekerjaan siswa yang salah atau tidak sesuai yang diharapkan.[7]
Tingkat penguasaan bahasa yang rendah, yang  terlihat pada hasil tes bahasa, dapat menunjukkan adanya kekurangan pada penyelenggaraan pengajarannya. Kekurangan itu mungkin terdapat pada satu atau beberapa bagian penyelenggaraannya. Seperti: bahan pengajaran yang kurang sesuai, guru yang kurang pandai mengajar, latihan yang kurang mencukupi dan waktu pengajaran yang kurang, siswa yang kurang rajin dalam belajar. Hal tersebut dapat mengakibatkan rendahnya tingkat penguasaan bahasa sebagai hasil pengajaran, seperti yang tercermin pada rendahnya hasil tes bahasa.[8]
Dari berbagai tujuan yang telah dijabarkan, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan tes bahasa itulah yang digunakan sebagai acuan dalam merencanakan dan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, untuk mengidentifikasi keberhasilan kegiatan belajar mengajar tersebut.
C.    Pendekatan Tes Bahasa
Secara umum pandangan terhadap bahasa menentukan dan mendasari bagaimana pembelajaran bahasa diselenggarankan dan pembelajaran bahasa yang diselenggarakan menentukan tes bahasanya diselenggarakan. Dengan kata lain, pendekatan terhadap bahasa menentukan pendekatan pembelajaran bahasa, dan pendekatan pembelajaran bahasa menentukan pendekatan dalam penyelenggaraan tesnya. Dalam kajian bahasa dikenal ada berbagai cara pandang dan unsur yang dianggap penting oleh ahli yang berbeda atau tahap perkembangan ilmu pengetahuan yang berbeda.[9] Perbedaan cara pandang tersebut dapat dikenali dan ditelusuri keberadaannya pada berbagai cabang kajian bahasa, termasuk tes bahasa, dalam bentuk pendekatan tradisional, pendekatan diskert, pendekatan integratif, pendekatan pragmatik, dan pendekatan komunikatif.
1.      Pendekatan Tradisional
Pendekatan tradisional dalam tes bahasa dikaitkan dengan bentuk pembelajaran bahasa yang tradisional (konvensional) yang banyak digunakan pada kurun waktu ketika belum cukup banyak pembelajaran yang pengembangan dan penyelenggaraannya didasarkan atas kajianyang memadai terhadap seluk beluk bahasa. Dalam pendekatan tradisional pembelajaran bahasa diselenggarakan sekedar untuk kebutuhan terbatas tertentu seperti; berkomunikasi secara lisan dan terbatas dan dititik beratkan pada ketatabahasaan. Banyak diantaranya hanya menekankan pada kemampuan menerjemahkan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lainnya.[10]
Penyelenggaraan tes dalam penyelenggaraan pembelajaran secara tradisional itu dilakukan juga secara tradisional tanpa menggunakan suatu teori bahasa tertentu sebagai dasar. Dalam penyelenggaran tes bahasa dengan pendekatan tradisional ini tidak terdapat rambu-rambu yang jelas atau tentang jenis kemampuan bahasa yang dijadikan sasaran, cara bagaiman tes itu diselenggarakan, dan bahkan cara bagaimana pekerjaan siswa itu dinilai. Kadangkala tes bahasa itu terdiri dari tugas untuk sekedar menerjemahkan suatu teks yang ditulis dalam bahasa yang sedang dipelajari ke dalam bahasa pertama.
Dalam pendekatan ini penyelenggaraan tes bahasa banyak diwarnai dengan berbagai bentuk subjektifitas dalam hal pemilihan kemampuan bahasa yang dijadikan sasaran, pemilihan dan penetapan bahan dan isi tes, serta cara penilaian peserta tes. Oleh sebab itu pendekatan tradisional sering disebut sebagai pendekatan terjemahan.[11]

2.      Pendekatan Diskret
Dalam pandangan ilmu bahasa struktural, bahasa dipahami sebagai sesuatu yang memiliki struktur yang demikian rapi seperti suatu bangunan buatan manusia. Dalam pandangan bahasa struktural ini, wacana sebagai wujud penggunaan bahasa yang luas cakupannya, dipahami sebagai suatu yang terdiri dan tersusun dari wacana yang lebih kecil dalam bentuk paragraf dan kalimat. Kalimat dipahami sebagai terdiri dari frasa. Frasa terdiri dari kata-kata, kata-kata terdiri dari suku kata, suku kata terdiri dari morfem, morfem terdiri dari alomorf, alomorf terdiri dari fonem, dan demikian seterusnya. Dapat disimpulkan, menurut pandangan struktural setiap bagian dari bahasa dapat dipisah-pisahkan menjadi bagian yang lebih kecil. Demikian juga dengan berbagai aspek kebahasaan (tata bahasa).[12]
Sebagai bagian dari penerapan kajian ilmu bahasa struktural, bahasa dalam tes bahasa diskret dipahami sebagai sesuatu yang berstruktur dan terdiri dari bagian-bagian yang bersama-sama membentuk suatu entitas yang disebut bahasa. Bagian-bagian bahasa sampai yang terkecil itu dapat diidentifikasi secara terpisah dan tersendiri atau diskret, baik dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penyelenggaraan tes. Dalam tes pendekatan diskret, satu butir tes dimaksudkan untuk mengukur hanya satu unsur komponen bahasa. Tes bahasa yang diskret terdiri dari butir-butir tes yang secara terpisah di luar konteks, menugaskan peserta tes untuk membedakan satu bunyi bahasa dari bunyi bahasa yang lain, melafalkan satu bunyi bahasa, menyebutkan lawan kata dari satu kata tertentu, bentuk jamak daru suatu kata, dan lain-lain.
Pendekatan diskret ini diterapkan atas dasar konvensional terhadap keempat aspek kebahasaan (menyimak, membaca, menulis, berbicara) dan empat komponen bahasa (bunyi bahasa, struktur bahasa, kosakata, dan kelancaran bahasa).

3.      Pendekatan Integratif
Pendekatan integratif lebih sesuai dengan kebutuhan nyata di mana kemampuan dan unsur bahasa pada umumnya tidak diperlakukan secara terpisah-pisah. Dalam penggunaan bahasa senyatanya kemampuan dan unsur bahasa digunakan dalam wacana yang merupakan gabungan dari beberapa jenis kemampuan atau unsur bahasa. Bila dalam pendekatan diskret bahasa seolah-olah dipisahkan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sampai pada bagian terkecil, pendekatan integratif dapat dipandang sebagai penyatuan bagian-bagian itu kembali menjadi lebih utuh. Seberapa lebih utuh penggabungan itu tergantung pada berapa banyak bagian kemampuan dan komponen bahasa yang perlu saling digabungkan untuk menjawab butir-butir tes yang diselenggarakan.
Butir tes kosakata seperti “dekat” (dibaca: lawan kata baik adalah…..) pada dasarnya bersifat diskert karena digunakan secara lepas. Jika pernyataan yang sama itu dikemas dalam kalimat “rumah roni dekat pasar, sedangkan rumah saudaranya…...), bitur tes yang semula diskert berubah menjadi integratif karena digunakan dalam kaitannya dalam unsur-unsur bahasa lain. Dalam hal itu, kemampuan menemukan jawaban berupa kata “jauh” tidak semata-mata dimungkinkan oleh pengetahuan tentang kosakata dekat dan jauh, tetapi dipermudah oleh pengetahuan tentang kosakata “rumah roni” dan “rumah saudaranya. Tercermin bahwa kemampuan menjawab butir tes tersebut tidak sekedar mengandalkan penguasaan unsur kosakata, melainkan melibatkan pula penguasaan unsur bahasa lain, yaitu susunan kata-kata yang merupakan bagian dari tata bahasa.
Ciri pendekatan integratif yang melibatkan lebih dari satu unsur merupakan penggabungan lebih dari satu jenis kemampuan atau komponen bahasa. Pada penggunaan bahasa senyatanya, termasuk dalam mengerjakan tes, penggabungan unsur bahasa pada pendekatan integratif bahkan dapat bersifat jauh lebih luas dan menyeluruh, menyangkut penggunaan bahasa dalam komunikasi secara keseluruhan.[13]
4.      Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik mengutamakan peranan penggunaan bahasa senyatanya dalam kajian terhadap bahasa, termasuk tes bahasa. Pendekatan pragmatik mengaitkan bahasa dengan penggunaan senyatanya, yang melibatkan tidak saja unsur-unsur kebahasaan seperti kata-kata, frasa atau kalimat, melainkan unsur-unsur di luarnya juga, yang selalu terkait dalam setiap bentuk penggunaan bahasa.
Dalam tes bahasa, pendekatan pragmatik mendasari penggunaan beberapa jenis tes tertentu. Sesuai dengan pandangannya terhadap bahasa, bentuk-bentuk tes bahasa itu dalam pendekatan pragmatik dianggap sebagai tes yang memenuhi ciri-ciri pragmatik.
Pendekatan pragmatik lebih menekankan antara unsur kebahasaan dan non-kebahasaan. Dapat dilihat, dalam kehidupan nyata sehari-hari nyaris tidak ada penggunaan bahasa yang utuh dan murni tanpa adanya unsur-unsur lain lain didalamnya sebagai kendala. Unsur- unsur itu bisa berupa unsur kebahasaan atau non kebahasaan. Meskipun demikian bahasa yang dinilai dari pendekatan pragmatik ini lebih menitik beratkan bagaimana suatu pesan dapat tersampaikan kepada orang lain dengan tidak terlalu mengacu pada unsur-unsur kebahasaan saja.
5.      Pendekatan Komunikatif
Munculnya pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa bermula dari adanya perubahan-perubahan dalam tradisi pembelajaran bahasa di Inggris pada tahun 1960-an menggunakan pendekatan situasional (Tarigan, 1989: 270). Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga mengembangkan prosedur-prosedur bagi pembelajaran 4 keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis), mengakui dan menghargai saling ketergantungan bahasa.   Ciri utama pendekatan komunikatif  adalah adanya 2 kegiatan yang saling berkaitan erat, yakni adanya kegiatan-kegiatan komunikatif dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya interaksi.
Pendekatan komunikatif mendasarkan pemandangannya terhadap penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari senyatanya. Sebagai suatu pendekatan dengan orientasi psikolinguistik dan sosiolinguistik, pendekatan komunikatif mementingkan peranan unsur-unsur non-kebahasaan, terutama unsur-unsur yang terkait dengan terlaksanannya komunikasi yang baik. Pendekatan komunikatif secara rinci mempersoalkan seluk-beluk komunikasi, yang merupakan tujuan pokok penggunaan bahasa. Seluk beluk itu antaranya meliputi unsur-unsur seperti siapa yang berkomunikasi, bagaimana hubungan antar mereka, apa maksud dan tujuan komunikasi tersebut, keadaan komunikasi terjadi, dan lain sebagainya.[14]
Dalam tes bahasa, penerapan pendekatan komunikatif berdampak terhadap beberapa segi penyelenggaraannya, terutama jenis dan isi wacana yang digunakan, kemampuan berbahasa yang dijadikan sasaran, serta bentuk tugas, soal atau pertanyaannya.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
                  1.            Pengertian tes bahasa adalah suatu alat atau prosedur yang digunakan dalam melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kemampuan bahasa.
                  2.            Tujuan tes bahasa
a.       Untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai atau belum.
b.      Untuk dapat mengambil keputusan tentang materi dan kompetensi apa yang harus diajarkan atau dipelajari oleh siswa.
c.       Untuk mengetahui hasil belajar siswa.
d.      Untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran, sehingga dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikannya.
e.       Untuk mengetahui dan memutuskan apakah siswa yang dapat melanjutkan keprogram berikutnya, ataukah harus memperoleh tindakan remidial.
f.       Untuk mendiagnosa kesulitan siswa.

                  3.            Pendekatan tes bahasa
a.       Pendekatan tradisional
b.      Pendekatan diskert
c.       Pendekatan integratif
d.      Pendekatan pragmatik, dan
e.       Pendekatan komunikatif.



DAFTAR PUSTAKA
Ainin, M. dkk,. 2006. Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.
Perseba, “pendekatan tes bahasa”, dari //http.perseba.PENDEKATAN-TES-BAHASA.htm, diakses pada 10 november 2009.
Soenardi, M. Djiwandono. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung : Penerbit ITB.
Supranoto, Kusaeri. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.


[1] Kusaeri, Supranoto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 5
[2] M. Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa dalam Pengajaran, (Bandung : Penerbit ITB, 1996), h. 4
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] M. Ainin dkk, Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2006), h.11
[6] Ibid., h.1
[7]Op. Cit., M. Soenardi Djiwandono, h. 6
[8]Ibid., h. 7
[9]Perseba, “pendekatan tes bahasa” diakses pada 10 november 2009, dari //http.perseba.PENDEKATAN-TES-BAHASA.htm
[10] Op. Cit., M. Soenardi Djiwandono, h. 9
[11] Op. Cit., Perseba.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Op. Cit., M. Soenardi Djiwandono, h. 13

Pages - Menu

Pengikut