BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bahasa merupakan suatu alat untuk berinteraksi dan juga menyampaikan
gagasan terhadap orang lain. Karena fungsinya yang beraneka ragam maka
diperlukan adanya suatu pembelajaran terhadap bahasa sehingga dapat
meminimalisir kesalahan dalam penggunaan bahasa.
Tes bahasa dan pengajaran bahasa merupakan dua kegiatan yang
berhubungan secara erat. Yang pertama merupakan bagian dari yang kedua. Tes
bahasa dirancang dan dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai hal ihwal
yang berkaitan dengan keefektifan pengajaran bahasa yang dilakukan. Apabila
pengajaran bahasa salah satunya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca,
maka kegiatan pengajaran bahasa dititikberatkan pada tugas-tugas untuk
meningkatkan kemampuan membaca dan begitu juga seterusnya disesuaikan dengan
kemampuan yang akan ditingkatkan. Informasi yang didapatkan dari hasil tes
dapat digunakan acuan sejauh mana peserta didik dapat menangkap materi yang
disampaikan.
Pengajaran
bahasa dan tes bahasa tidak dapat menolak berbagai macam pendekatan di dalam
linguistik maupun ilmu-ilmu yang terkait dengan linguistik, seperti
sosiolinguistik dan psikolinguistik. Seluruh penyelenggaraan pengajaran bahasa, termasuk di dalamnya tes bahasa,
dirancang atas dasar pendekatan yang ada dalam linguistik. Cara suatu
bahasa dipahami dan disikapi menurut suatu pendekatan tertentu dalam
linguistik, sosiolinguistik, ataupun psikolinguistik, berpengaruh pula dalam penentuan tujuan pengajaran, strategi
pengajaran, pemilihan bahan pengajaran, pemilihan tujuan dan isi tes bahasa,
dan penentuan jenis dan bentuk tes bahasa.
B.
Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui hakikat tes bahasa
2.
Untuk mengetahui
tujuan adanya tes bahasa
3.
Untuk
mengetahui pendekatan yang digunakan dalam tes bahasa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Tes Bahasa
1.
Pengertian
Tes Bahasa
Tes merupakan salah satu alat pengukuran yang
melibatkan aturan-aturan untuk menetapkan bilangan yang menggambarkan kemampuan
seseorang. Tes merupakan suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk
memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang
seseorang. Melalui
tes seorang guru dapat mengetahui kemampuan peserta didiknya dalam menangkap
pelajaran yang disampaikan dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan bahasa adalah sebuah alat untuk mengomunikasikan gagasan atau perasaan
secara sistematis melalui penggunaan tanda, suara, gerak atau tanda-tanda
yang disepakati dan juga memiliki makna
yang dapat dipahami.
Adapun tes bahasa adalah suatu alat atau prosedur yang
digunakan dalam melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kemampuan bahasa. Kemampuan
bahasa mengacu pada kemampuan dalam menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi
yang nyata sehari-hari, kemampuan ini terlepas dari ada atau tidaknya
pengetahuan tentang teori bahasa baik itu berupa penyusunan kalimat, perangkaian
kata, klasifikasi kata dan juga seluk-beluk bahasa itu sendiri.
2.
Kompetensi yang Harus dicapai dalam Tes Bahasa
Tes bahasa erat kaitannya dengan kemampuan
berbahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa. Kemampuan berbahasa dibagi menjadi
dua bagian yaitu kompetensi berbahasa dan ketrampilan berbahasa.
Kompetensi bahasa lebih condong pada kemampuan bahasa yang bersifat abstrak
dalam hal ini berupa potensi pemakai bahasa. Kompetensi ini memungkinkan
seseorang memahami bahasa yang digunakan orang lain akan tetapi kompetensi ini
tidak dapat dilihat, didengar ataupun dibaca karena sifatnya yang abstrak, maka
dari itu tes bahasa sangat penting untuk pengukuran kompetensi berbahasa.
Berlawanan dengan kompetensi bahasa, ketrampilan bahasa lebih bersifat
konkret dan mengacu pada penggunaan bahasa secara nyata baik dalam bentuk lisan
yang dapat didengar ataupun tulisan yang dapat dibaca.
Secara konvensional dan telah dipelajari, kemampuan bahasa mencakup
empat jenis kemampuan yaitu:
1.
Kemampuan menyimak, untuk memahami bahasa yang
digunakan secara lisan
2.
Kemampuan membaca, untuk memahami bahasa yang
digunakan secara tertulis
3.
Kemampuan berbicara, untuk mengekspresikan diri secara
lisan
4.
Kemampuan menulis, untuk mengekspresikan diri melalui
tulisan
Dalam ilmu bahasa struktural bahasa dianggap terdiri dari
komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan ataupun dibedakan antara satu
dengan yang lain, komponen-komponen tersebut adalah bunyi bahasa, kosa kata,
tata bahasa. Penguasaan ketiga komponen tersebut juga dianggap sebagai bagian dari kemampuan berbahasa.
B.
Tujuan Tes Bahasa
Sebagai suatu
proses yang digunakan untuk mengetahui hasil dari sebuah kegiatan
belajar-mengajar, perlu adanya
tujuan-tujuan yang menjadi fundamental
dari sebuah kegiatan agar dalam
pelaksanaannya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang fatal. Maka dalam melaksanakan tes bahasa juga
terdapat tujuan-tujuan tertentu.
Secara lebih
rinci tujuan tes bahasa dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai
atau belum.
2.
Untuk dapat mengambil keputusan tentang materi dan kompetensi apa
yang harus diajarkan atau dipelajari oleh siswa.
3.
Untuk mengetahui hasil belajar siswa.
4.
Untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran,
sehingga dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikannya.
5.
Untuk mengetahui dan memutuskan apakah siswa yang dapat melanjutkan
keprogram berikutnya, ataukah harus memperoleh tindakan remidial.
6.
Untuk mendiagnosa kesulitan siswa.
Tes bahasa
dalam pengajaran bahasa memiliki tujuan yang sama dengan tes bidang yang lain dalam
penyelenggaraan pengajarannya. Tes bahasa adalah bagian dari komponen penilaian
hasil belajar bahasa, dan merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Menurut Soenardi
Djiwandono menjelaskan bahwa tujuan-tujuan dari penyelenggaraan tes bahasa yang
dapat memberikan informasi hasil belajar
siswa dapat diperoleh melalui tes bahasa, pertama yakni yang berkaitan dengan keberhasilan
belajarnya. Dari hasil tes bahasa seorang guru dapat mengukur keberhasilan
belajar siswa. Selain itu, juga dapat diketahui apakah siswa bisa mencapai tingkat penguasaan
bahasa dan materi yang telah diajarkan guru sampai diselenggarakannya tes
tersebut. Dan dari hasil tes tersebut dapat pula diperoleh informasi tentang
kesulitan yang dialami siswa dalam belajar bahasa. Hal itu dapat dilihat dari
pekerjaan siswa yang salah atau tidak sesuai yang diharapkan.
Tingkat
penguasaan bahasa yang rendah, yang terlihat pada hasil tes bahasa, dapat
menunjukkan adanya kekurangan pada penyelenggaraan pengajarannya. Kekurangan
itu mungkin terdapat pada satu atau beberapa bagian penyelenggaraannya.
Seperti: bahan pengajaran yang kurang sesuai, guru yang kurang pandai mengajar,
latihan yang kurang mencukupi dan waktu pengajaran yang kurang, siswa yang
kurang rajin dalam belajar. Hal tersebut dapat mengakibatkan rendahnya tingkat
penguasaan bahasa sebagai hasil pengajaran, seperti yang tercermin pada rendahnya hasil tes bahasa.
Dari berbagai
tujuan yang telah dijabarkan, maka dapat disimpulkan bahwa
tujuan tes bahasa itulah yang digunakan sebagai acuan dalam merencanakan dan
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, untuk mengidentifikasi keberhasilan kegiatan belajar
mengajar tersebut.
C. Pendekatan Tes Bahasa
Secara umum
pandangan terhadap bahasa menentukan dan mendasari bagaimana pembelajaran
bahasa diselenggarankan dan pembelajaran bahasa yang diselenggarakan menentukan
tes bahasanya diselenggarakan. Dengan kata lain, pendekatan terhadap bahasa
menentukan pendekatan pembelajaran bahasa, dan pendekatan pembelajaran bahasa
menentukan pendekatan dalam penyelenggaraan tesnya. Dalam kajian bahasa dikenal
ada berbagai cara pandang dan unsur yang dianggap penting oleh ahli yang
berbeda atau tahap perkembangan ilmu pengetahuan yang berbeda. Perbedaan
cara pandang tersebut dapat dikenali dan ditelusuri keberadaannya pada berbagai
cabang kajian bahasa, termasuk tes bahasa, dalam bentuk pendekatan tradisional,
pendekatan diskert, pendekatan integratif, pendekatan pragmatik, dan pendekatan
komunikatif.
1.
Pendekatan Tradisional
Pendekatan
tradisional dalam tes bahasa dikaitkan dengan bentuk pembelajaran bahasa yang
tradisional (konvensional) yang banyak digunakan pada kurun waktu ketika belum
cukup banyak pembelajaran yang pengembangan dan penyelenggaraannya didasarkan
atas kajianyang memadai terhadap seluk
beluk bahasa. Dalam pendekatan tradisional pembelajaran bahasa diselenggarakan
sekedar untuk kebutuhan terbatas tertentu seperti; berkomunikasi secara lisan
dan terbatas dan dititik beratkan pada ketatabahasaan. Banyak diantaranya hanya
menekankan pada kemampuan menerjemahkan dari suatu bahasa ke dalam bahasa
lainnya.
Penyelenggaraan
tes dalam penyelenggaraan pembelajaran secara tradisional itu dilakukan juga
secara tradisional tanpa menggunakan suatu teori bahasa tertentu sebagai dasar.
Dalam penyelenggaran tes bahasa dengan pendekatan tradisional ini tidak
terdapat rambu-rambu yang jelas atau tentang jenis kemampuan bahasa yang
dijadikan sasaran, cara bagaiman tes itu diselenggarakan, dan bahkan cara
bagaimana pekerjaan siswa itu dinilai. Kadangkala tes bahasa itu terdiri dari
tugas untuk sekedar menerjemahkan suatu teks yang ditulis dalam bahasa yang
sedang dipelajari ke dalam bahasa pertama.
Dalam
pendekatan ini penyelenggaraan tes bahasa banyak diwarnai dengan berbagai
bentuk subjektifitas dalam hal pemilihan kemampuan bahasa yang
dijadikan sasaran, pemilihan dan penetapan bahan dan isi tes, serta cara
penilaian peserta tes. Oleh sebab itu
pendekatan tradisional sering disebut
sebagai pendekatan terjemahan.
2. Pendekatan
Diskret
Dalam pandangan
ilmu bahasa struktural, bahasa dipahami sebagai sesuatu yang memiliki struktur
yang demikian rapi seperti suatu bangunan buatan manusia. Dalam pandangan
bahasa struktural ini, wacana sebagai wujud penggunaan bahasa yang luas
cakupannya, dipahami sebagai suatu yang terdiri dan tersusun dari wacana yang
lebih kecil dalam bentuk paragraf dan
kalimat. Kalimat dipahami sebagai terdiri dari frasa. Frasa terdiri dari
kata-kata, kata-kata terdiri dari suku kata, suku
kata terdiri dari morfem, morfem terdiri
dari alomorf, alomorf terdiri dari fonem, dan demikian seterusnya. Dapat disimpulkan, menurut pandangan struktural setiap
bagian dari bahasa dapat dipisah-pisahkan menjadi bagian yang lebih kecil.
Demikian juga dengan berbagai aspek kebahasaan (tata
bahasa).
Sebagai bagian
dari penerapan kajian ilmu bahasa struktural, bahasa dalam tes bahasa diskret
dipahami sebagai sesuatu yang berstruktur dan terdiri dari bagian-bagian yang
bersama-sama membentuk suatu entitas yang disebut bahasa. Bagian-bagian bahasa
sampai yang terkecil itu dapat diidentifikasi secara terpisah dan tersendiri
atau diskret, baik dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penyelenggaraan tes.
Dalam tes pendekatan diskret, satu butir tes dimaksudkan untuk mengukur hanya
satu unsur komponen bahasa. Tes bahasa yang diskret terdiri dari butir-butir
tes yang secara terpisah di luar konteks, menugaskan peserta tes untuk
membedakan satu bunyi bahasa dari bunyi bahasa yang lain, melafalkan
satu bunyi bahasa, menyebutkan
lawan kata dari satu kata tertentu, bentuk jamak daru suatu kata, dan
lain-lain.
Pendekatan
diskret ini diterapkan atas dasar konvensional terhadap keempat aspek
kebahasaan (menyimak, membaca, menulis, berbicara) dan empat komponen bahasa
(bunyi bahasa, struktur bahasa, kosakata, dan kelancaran
bahasa).
3. Pendekatan
Integratif
Pendekatan
integratif lebih sesuai dengan kebutuhan nyata di mana kemampuan dan unsur
bahasa pada umumnya tidak diperlakukan secara terpisah-pisah. Dalam penggunaan
bahasa senyatanya kemampuan dan unsur bahasa digunakan dalam wacana yang
merupakan gabungan dari beberapa jenis kemampuan atau unsur bahasa. Bila dalam
pendekatan diskret bahasa
seolah-olah dipisahkan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sampai pada
bagian terkecil, pendekatan integratif dapat dipandang sebagai penyatuan
bagian-bagian itu kembali menjadi lebih utuh. Seberapa lebih utuh penggabungan
itu tergantung pada berapa banyak bagian kemampuan dan komponen bahasa yang
perlu saling digabungkan untuk menjawab butir-butir tes yang diselenggarakan.
Butir tes
kosakata seperti “dekat” (dibaca:
lawan kata baik adalah…..) pada dasarnya bersifat diskert karena digunakan
secara lepas. Jika pernyataan yang sama itu dikemas dalam kalimat “rumah roni dekat pasar, sedangkan rumah saudaranya…...),
bitur tes yang semula diskert berubah menjadi integratif karena digunakan dalam
kaitannya dalam unsur-unsur bahasa lain. Dalam hal itu, kemampuan menemukan jawaban
berupa kata “jauh” tidak semata-mata dimungkinkan oleh pengetahuan tentang kosakata dekat dan jauh, tetapi dipermudah oleh pengetahuan tentang kosakata “rumah roni” dan “rumah saudaranya”.
Tercermin bahwa kemampuan menjawab butir tes tersebut tidak sekedar
mengandalkan penguasaan unsur kosakata, melainkan melibatkan pula penguasaan
unsur bahasa lain, yaitu susunan kata-kata yang merupakan bagian dari tata
bahasa.
Ciri pendekatan
integratif yang melibatkan lebih dari satu unsur merupakan penggabungan lebih
dari satu jenis kemampuan atau komponen bahasa. Pada penggunaan bahasa
senyatanya, termasuk dalam mengerjakan tes, penggabungan unsur bahasa pada
pendekatan integratif bahkan dapat bersifat jauh lebih luas dan menyeluruh,
menyangkut penggunaan bahasa dalam komunikasi secara keseluruhan.
4. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik mengutamakan peranan penggunaan bahasa senyatanya dalam kajian
terhadap bahasa, termasuk tes bahasa. Pendekatan pragmatik mengaitkan bahasa
dengan penggunaan senyatanya, yang melibatkan tidak saja unsur-unsur kebahasaan
seperti kata-kata, frasa atau kalimat, melainkan unsur-unsur di luarnya juga,
yang selalu terkait dalam setiap bentuk penggunaan bahasa.
Dalam tes bahasa, pendekatan pragmatik mendasari penggunaan beberapa jenis tes
tertentu. Sesuai dengan pandangannya terhadap bahasa, bentuk-bentuk tes bahasa
itu dalam pendekatan pragmatik dianggap sebagai tes yang memenuhi ciri-ciri
pragmatik.
Pendekatan pragmatik lebih menekankan antara
unsur kebahasaan dan non-kebahasaan. Dapat dilihat, dalam kehidupan nyata
sehari-hari nyaris tidak ada penggunaan bahasa yang utuh dan murni tanpa adanya
unsur-unsur lain lain didalamnya sebagai kendala. Unsur- unsur itu bisa berupa
unsur kebahasaan atau non kebahasaan. Meskipun demikian bahasa yang dinilai
dari pendekatan pragmatik ini lebih menitik beratkan bagaimana suatu pesan
dapat tersampaikan kepada orang lain dengan tidak terlalu mengacu pada
unsur-unsur kebahasaan saja.
5. Pendekatan
Komunikatif
Munculnya
pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa bermula dari adanya
perubahan-perubahan dalam tradisi pembelajaran bahasa di Inggris pada tahun
1960-an menggunakan pendekatan situasional (Tarigan, 1989: 270). Pendekatan
komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetensi
komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga mengembangkan
prosedur-prosedur bagi pembelajaran 4 keterampilan berbahasa (menyimak,
membaca, berbicara, dan menulis), mengakui dan menghargai saling ketergantungan
bahasa. Ciri utama pendekatan komunikatif adalah adanya 2
kegiatan yang saling berkaitan erat, yakni adanya kegiatan-kegiatan komunikatif
dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya interaksi.
Pendekatan komunikatif mendasarkan pemandangannya terhadap penggunaan bahasa dalam
komunikasi sehari-hari senyatanya. Sebagai suatu pendekatan dengan orientasi
psikolinguistik dan sosiolinguistik, pendekatan komunikatif mementingkan
peranan unsur-unsur non-kebahasaan, terutama unsur-unsur yang terkait dengan
terlaksanannya komunikasi yang baik. Pendekatan komunikatif secara rinci
mempersoalkan seluk-beluk komunikasi, yang merupakan tujuan pokok penggunaan
bahasa. Seluk beluk itu antaranya meliputi unsur-unsur seperti siapa yang
berkomunikasi, bagaimana hubungan antar mereka, apa maksud dan tujuan
komunikasi tersebut, keadaan komunikasi terjadi, dan lain sebagainya.
Dalam tes bahasa,
penerapan pendekatan komunikatif berdampak terhadap beberapa segi
penyelenggaraannya, terutama jenis dan isi wacana yang digunakan, kemampuan
berbahasa yang dijadikan sasaran, serta bentuk tugas, soal atau pertanyaannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pengertian tes bahasa adalah suatu alat atau prosedur yang
digunakan dalam melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kemampuan bahasa.
2.
Tujuan tes bahasa
a.
Untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai
atau belum.
b.
Untuk dapat mengambil keputusan tentang materi dan kompetensi apa
yang harus diajarkan atau dipelajari oleh siswa.
c.
Untuk mengetahui hasil belajar siswa.
d.
Untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran,
sehingga dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikannya.
e.
Untuk mengetahui dan memutuskan apakah siswa yang dapat melanjutkan
keprogram berikutnya, ataukah harus memperoleh tindakan remidial.
f.
Untuk mendiagnosa kesulitan siswa.
3.
Pendekatan tes bahasa
a. Pendekatan
tradisional
b. Pendekatan
diskert
c. Pendekatan
integratif
d. Pendekatan
pragmatik, dan
e. Pendekatan
komunikatif.
DAFTAR PUSTAKA
Ainin, M. dkk,.
2006. Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.
Perseba, “pendekatan tes bahasa”, dari
//http.perseba.PENDEKATAN-TES-BAHASA.htm, diakses pada 10 november 2009.
Soenardi, M.
Djiwandono. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung : Penerbit ITB.
Supranoto, Kusaeri. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.