BAB II
Perbuatan Manusia Menurut Beberapa Aliran
A. Jabariyah
Tukoh-tokoh dari aliran jabariyah yang berpendapat tentang perbuatan
manusia digolongkan menjadi dua, aliran ini ada yang berpendapat ekstrim dan moderat.
Diantara tokoh jabariyah ekstrim adalah :
A. Jahm bin Safwan dan Ja’ad bin Dirham
mereka berpendapat “Manusia pada dasarnya tidak
memiliki kehendak dan pilihan, dengan kata lain terpaksa”. Semua perbuatan yang
terjadi pada mahluk adalah perbuatan Allah, manusia terpaksa oleh Allah dalam
segala-galanya. Semua perbuatan manusia, iradah maupun daya baik ataupun buruk adalah dari Allah.
Adapun
tokoh jabariyah moderat adalah
B. An-Najar dan Ad-Dhirar
Pendapatnya adalah “ Tuhan menciptakan segala
perbuatan manusia baik itu yang baik ataupun buruk, tapi manusia punya peran,
Tuhan menciptakan daya dalam diri manusia, maka dalam menentukan perbuatan itu
akan dilaksanakan atau tidak itu adalah bagian manusia, teori inilah yang
disebut al-kasb.[1]
B. Qadariyah
Berbeda dengan jabariyah, aliran qadariyah berpendapat bahwa perbuatan
manusia, iradah, dan dayanya semua adalah berasal dari manusia itu sendiri,
dalam arti lain Tuhan tidak campur tangan dalam hal ini. Manusia mempunyai
kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidupnya untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. Faham ini dikenal dengan nama free will dan
free act.[2]
Mansuia mempunyai kewenangan untuk melakun segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.
Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya
dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga
berhak pula memproleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga
kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di
akhirat, itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri, bukan akhir Tuhan. Sungguh
tidak pantas, manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan
atas keinginan dan kemampuannya sendiri.[3]
C.
Asy’ariyah
Pelopor aliran ini adalah Abu
Hasan Al-Asy’ari, awal mulanya Al-Asy’ari adalah penganut aliran Mu’tazilah ini
karena ibu dari Al-Asy’ari menikah
dengan Abu Ali Al-Jubba’i yaitu tokoh Mu’tazilah, dengan kata lain Al-Jubba-i
adalah ayah tiri Al-Asy’ari. Selama 40 tahun Al-Asy’ari menekuni aqidah
mu’tazilah bahkan menjadi pakar terkemuka di aliran ini. Diantara yang melatar
belakangi perpindahan Al-Asy’ari dari Mu’tazilah ke Ahlussunah Wal Jama’ah
adalah ketidak puasan Al-Asy’ari
terhadap ideologi Mu’tazilah.[4]
Adapun ajaran Al-Asy’ari mempercayai bahwa
perbuatan dan daya manusia itu adalah dari Tuhan, sedangkan iradahnya adakalanya
dari manusia dan adakalanya dari Tuhan. Jadi perbuatan itu timbul karna adanya
daya yang di ciptakan Tuhan. Contoh kejadian perbuatan yang diluar kemauan kita
ialah ketika kita terjatuh dari pohon,
kita tidak menginginkan hal itu terjadi, tapi mau tidak mau itulah yang
harus terjadi pada kita, berarti kita terjatuh itu merupakan iradahnya Tuhan.[5]
Untuk menjelaskan dasar
pijakannya , Al-Asy’ari menggunakan teori al-kasb(perolehan , dapat di
jelaskan sebagai berikut, segala sesuatu terjadi kana perantara daya yang
diciptakan, sehingga muktasih memperoleh kasb, sehingga konsekuensinya manusia
bersikap pasif dalam perbuatan-perbuatannya.[6]
Dari uraian diatas dapat dikatakan prinsip aliran Al-Asy’ariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia
diciptakan Tuhan dan Tuhan menciptakan pula daya pada diri manusia untuk melahirkan
perbuatan tesebut. Perbuatan manusia adalah yang di peroleh manusia dari Tuhan,
maka perbuatan itu adalah kasb dari Tuhan untuk manusia, ini berimplikasi bahwa
perbuatan manusia dibarengi oleh daya kehendaknya, dan bukan atas daya
kehendaknya.
D.
Mu’tazilah
Mu’tazilah
menganut faham qadariyah atau fee will, menurut al jubba’i dan abd al jabbra,
manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang
berbuat baik dan buruk daya upaya dan kehendak terdapat dalam diri manusia.
Walaupun pendapat mu’tazilah tentang perduatan manusia ini sama dengan
qadariyah, tetapi ada perbedaannya, yaiyu aliran mu’tazilah meyakini adanya
ilmu azali Allah yang mengetahui segala apa yang akan terjadi dan diperbuat
manusia.
E.
Maturidiyah
Ada perbedaan antara maturidiyah Samarkand dan maturidiyah Bukhara
mengenai perbuatan manusia. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham
Mu’tazilah. Perbedaan dengan mu’tazilah adalah daya untuk berbuat tidak
diciptakan sebelumnya, tetapi bersamaan dengan perbuatannya. Sedang kelompok
kedua lebih dekat dengan faham Asy’ariyah. Sebenarnya maturidiyah tidak banyak
berbeda pendapat dengan maturidiyah Samarkand, hanya saja mereka berbeda
pendapat tentang perwujutan daya, maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa manusia
tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya Tuhanlah yang dapat
menciptakan perbuatan, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatang dari apa
yang telah diciptakan Tuhan baginya.[7]
BAB III
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat di simpulkan:
1.
Pendapat
jabariyah tentang perbuatan manusia
adalah
Semua perbuatan yang terjadi pada mahluk
adalah perbuatan Allah, manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya. Semua
perbuatan manusia, iradah maupun daya
baik ataupun buruk adalah dari Allah.
2.
Pendapat
qadariyah tentang perbuatan manusia adalah
perbuatan manusia, iradah, dan dayanya semua
adalah berasal dari manusia itu sendiri, dalam arti lain Tuhan tidak campur
tangan dalam hal ini.
3.
Pendapat
Asy’Ariyah tentang perbuatan manusia adalah
perbuatan dan daya manusia itu adalah dari Tuhan, sedangkan iradahnya
adakalanya dari manusia dan adakalanya dari Tuhan.
4.
Pendapat
Mu’tazilah tentang perbuatan manusia adalah
Sama dengan qadariyah
5.
Pendapat
Maturidiyah tentang perbuatan manusia ada dua
·
Menurut
maturidiyah Samarkand seperti mu’tazilah
·
Menurut
maturidiyah Bukhara sama dengan Asy’ariyah
[1] Mihwanuddin, “Asal Usul Jabariyah,” Diakes
Pada Tanggal 10 Maret 2011 Dari Dari http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/03/10/asal-usul-pandangan-dan-pendapat-aliran-jabariyah/
[2] IAIN Sunan Ampel, Ilmu Kalam, Cet I (Surabaya:
IAIN SA Press, 2011) h. 67
[3] Romi
Permadi, “Perbuatan Manusia Menurut Beberapa Aliran dalam Teologi Islam,”
Diakses Tanggal 30 April 2011 Dari http://romipermadi.blogspot.com/2011/04/perbuatan-manusia-menurut-beberapa.html
[6] Abdur Rozak, Rosihon Anwar, ilmu kalam, cet
VI (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2011) h. 165
[7] Ibid., 166
Tidak ada komentar:
Posting Komentar